Ga ada yang ngalahin

23 02 2011

Kekuatan seseorang terkadang dengan ada atau tidaknya sesuatu ide pada diri mereka, untuk keberlangsungan mereka, dan “mungkin” untuk orang lain pula.

Jika kita kembali pada 2001, John Nash (1948) dalam film “beatuiful minds” mencoba merevisi sebuah pernyataan Adam Smith, bahwa sesuatu dapat berhasil jika masing-masing mencapai target pribadi, dan bersama-sama mencapai target kelompok. Mentahnya paham lasseiz faire yang dibangun oleh Adam Smith ini, menjadikan John Nash memiliki peranan penting dalam ekonomi kontemporer.

Terlepas dari kisah John Nash, kita dapat mengambil hikmah yakni, adanya suatu kesukarelaan untuk mengejar target bersama, dan memiliki suatu target/misi untuk diri sendiri.
Sepertinya gw telah ngerasain beberapa kali hal ini, namun baru nemu teorinya aja. Jawabannya, berpetualang !

Ya, berpetualang ke hutan terdalam, gunung tertinggi. Itu yang di lakukan, Target personalnya adalah mencari pengalaman baru, dan pemurnian otak kembali. Target secara kelompok adalah menggapai hutan terdalam, dan puncak tertinggi secara bersama-sama dan pulang dalam kondisi yang sehat walafiat. Caranya adalah dengan bekerja sama satu sama lain.

Dunia itu, gw temukan saat SMA bersama sebuah kelompok pencinta alam, Moonpala namanya. ga ada yang ngalahin secara pendapat pribadi. Entah kenapa, selalu terbayang momen saat berdiri di puncak tertinggi, momen saat rambut tertiup oleh angin lembah, tidur dalam kesunyian dan bisikan alam, yang sudah jarang ditemukan kini.

Seperti memang sudah menjadi takdir, sesampainya di purwokerto, menumpang tidur (kos) di sebuah kosan tidak elite sama sekali, bombay namanya. Berbicara, bercanda, berdiskusi, saling mengkritisi, saling memberi ide tumpah ruah di sana. Dari sanalah juga, puncak gunung slamet berhasil gw injak untuk pertama kali. ga ada yang ngalahin untuk tempat tinggal sementara terbaik.

bagaimana dengan sekarang ?

Meski menyesalkan diri sendiri, tidak ada yang mengikuti untuk bepergian ke gunung tertinggi, tak apalah, setidaknya kelompok diskusi masih ada, setidaknya bibir masih terucap untuk bisa didengarkan orang lain.
Meski rata-rata adalah anak kampus, yang lebih khusus lagi adalah anak kelas yang mencoba berperang dengan nilai SKS selama 4 tahun lebih, sepertinya kurang untuk tidak pergi berpetualang, setidaknya ada usaha untuk mencoba sekali saja. Entah itu ke gunung tertinggi, jeram terjal, lautan terdalam. Pernah dulu di coba ke pebukitan di Dieng, namun belum tersentuh perasaan ini seperti yang di katakan John Nash sebelumnya, yakni keberhasilan. Keberhasilan hanya terbagi bagi sebagian kecil orang, tak banyak. hanya dua orang. Merasakan esensi dan suara alam adalah keberhasilan kawan. Selamat bagi yang telah merasakan.

Moonpala, Kos Bombay. Dua hal yang berbeda, karakteristik masing-masing, bentuk perdulipun dengan cara masing-masing, tapi sama-sama satu rasa, satu semangat. Energi yang tlah tercurahkan, begitu besar gw rasakan. Terimakasih dengan kegiatan alamnya.





pesan november

4 11 2010

gunung-gunung telah menjadi waspada di akhir pekan ini. kurang lebih ada 19 gunung yang sudah dinaikkan peringkatnya oleh Badan Vulaknologi Indonesia.

Sepertinya bulan ini akan menjadi kelabu dengan debu – debu yang beterbangan di jalan raya. Dari jogja hingga tasikamalaya, belum juga gunung-gunung berapi yang masih ada 19 lainnya yang terbentang di patahan Indo-Australia.

Hujan gerimis yang datang, juga tidak menunjukkan kearifannya, masih ada ribuan ton debu debu di puncak gunung yang bisa turun kapan saja, bisa menerjang yang ada di bawahnya entah kapan. Debu-debu di jalan raya mungkin akan hilang berganti dengan kelabu aspal. Daun-daun yang menghitam mungkin akan menjadi semakin hijau akibat setelahnya, tapi itu nanti saat november ini telah berganti puuhan tahun di depannya.

November yang kelabu tlah tertutupi oleh semai-semai kabut dan debu yang mencekam, oleh hawa yang panas. Mungkin benar jika november ini membawa pesan kepada kita untuk menjadi arif dan bijaksana terhadap lingkungan, sehingga air-air yang turun dari langit akan membawa berkah bagi kita semua, akan menjadi pesan cantik di penghujung tahun, yakni di bulan Desember





Antara Lagu, Malam, dan Rimba

26 10 2010

Berawal dari iseng iseng buka thread OANC (outdoor adventure and nature clubs), akhirnya nemuin thread tentang lagu-lagu yang biasa di bawain oleh para pendaki gunung.

Tidak tampak diantaranya lagu-lagu Rimba Raya, Survival, dan lagu-lagu yang biasa kami nyanyikan saat menjelajah nusantara.

Tampak di thread tersebut lagu-lagu dari:

  1. Iwan Abdulrachman : Mentari, Api Unggun, dll
  2. Iwan Fals : Lagu Pemanjat
  3. Slank : Tepi Campuhan
  4. Rita Ruby Hartland : Pecinta Alam
  5. Dewa 19 : Mahameru
  6. The Blarak : Mahameru (youtube)

Sungguh hebat lagu-lagu itu, benar benar terasa dalam semilirnya angin mandalawangi, seperti terasa deburan ombak di pantai sundak. Mengalir dalam satu kegembiraan bersama dalam sebuah aroma kopi yang tertiup tertiup asapnya di malam ini.

Mentari sedang berputar di dalam playlist winamp, dan semangat menulis blog ini hadir dalam bait bait bunyinya. Lagu lama yang baru didengar, lagu lama yang tak diketahui banyak orang, lagu lama yang berisi ribuan semangat.

MENTARI

Mentari menyala di sini
Di sini di dalam hatiku
Gemuruh apinya di sini
Di sini di urat darahku

Meskipun tembok yang tinggi mengurungku
Berlapis pagar duri sekitarku
Tak satu pun yang sanggup menghalangiku
Bernyala di dalam hatiku

Hari ini hari milikku
Juga esok masih terbentang
Dan mentari kan tetap menyala
Di sini di urat darahku

Lagu ini telah menjadi adat di ITB, sebagai salah satu lagu orientasi mahasiswa baru. saya mengetahui ini saat blogwalking. Lagu yang memenuhi inspirasi saya malam ini, bersama hangatnya seruputan kopi dan jemari-jeamri yang lincah menari-nari di atas papan tulis keyboard ini.

Pencipta dan pengguba lagu itu adalah Iwan Abdulrahcman, salah seorang pendiri Wanadri. Akrab dipanggil abah Iwan oleh para anggota Wanadri. Umur 62 tahun masih menempuh perjalanan rimbanya ke Ndugu-Ndugu (puncak tertinggi di Indonesia). Unbelievable.

Lama, saya membaca tentang profil beliau, entah di blognya atau dari berbagai milis. Terdahsyatnya adalah saat ada seseorang yang bertanya dalam media web nya:

Pertanyaan saya, apa yang membuat anda tertarik untuk mendaki gunung dan kepuasan apa yang anda dapat setelah mendaki gunung, serta  apa yang membuat anda ketagihan untuk terus mendaki gunung?
Ridwan Kurniawan- Sukabumi.

Jawaban:

Orang tua kita menyampaikan bahwa, kalau kita bergaul dengan orang-orang jahat kecenderungan untuk menjadi jahat akan timbul, dan bila kita bergaul dengan orang-orang baik kecenderungan untuk menjadi baik lebih terbuka.
Konon katanya pohon-pohon di hutan dan gunung-gunung bertasbih dengan khidmat kepada Yang Maha Kuasa, siapa tahu dengan menzarahi dan bergaul dengannya kita terbawa untuk itu.

Kang Ridwan yang baik, sungguh sulit untuk menerangkan rasa manis gula, kecuali mempersilahkan orang untuk mencicipinya.
Abah Iwan

Sungguh jelas bahwa semangat dalam diri Iwan Abdulrachman sangat kuat, sangat gigih, dan simple.

Semoga orang-orang seperti beliau selalu dalam limpahan rahmat dan hidayatNya, sehingga lagu-lagu yang diciptakan terus mengalir dalam urat nadi darah manusia penjelajah nusantara di bumi pertiwi.

*Download lagu-lagu diatas, dapat dilihat pada tiap judul lagu (hanya untuk didengarkan, wahai sesama pencinta alam)




Cerita dari Si Ranu dan Si Meru bagian III

15 08 2010

6 Agustus 2010

Summit Attack (elegi sabit dan bintang terang)

Pukul 02.00

Nikmatnya sop asparagus bergantian mengisi kerongkongan kering ini, ditambah dengan secangkir teh hangat yang berputar bergantian pula. Bulan sabit itu pun seperti menyunggingkan senyumnya, dan ribuan bintan terang itu makin membuat bibir ini berucap lafaz Allah sekali lagi.

Seluruh manusia berkeyakinan kuat ini telah membuat suatu lingkaran untuk mensyukuri nikmat hingga hari ini, seraya berdoa untuk sebuah perjalanan sejati, menuju puncak suci tempat petilasan soe hok gie bersemayam.

Bismillahirrahmanirrohim
Ya Allah, Mudahkan perjalanan kam
Untuk menuju puncak MAHAMERU
Ya Allah, permudahkanlah langkah kami
Amiin

briefing singkat pun digelar, kesimpulan utama. Harus turun sebelum jam 9, dan berbicara jika ada batu yang di jatuhkan.

Manusia dari kalimati pun telah bergabung, sebelum doa bersama.

Dan kini, lampu-lampu putih itu telah bersinar dari kepala masing-masing. sambil beriringan melewati satu per satu petilasan jejak langkah manusia yang meninggal di si Meru, melewati satu per satu gundukan batu tebal yang dapat bergeser, menaiki satu langkah pasir tebal, menurun kembali satu langkah akibat licinnya sebuah jalur pendakian.

Awas- Awas itu lah yang terucap, bibir jurang blank 75 sangat dekat dengan kami, satu per satu berjalan perlahan, menyusuri turunan yang kembali di sambut oleh sebuah tanjakan yang menantang, gelap segelapnya kalah oleh terang dari sang bintang, temaram malam menuju senja saat manusia sedang tidur dengan asyiknya terkalahkan oleh ratusan manusia yang kebanyakan dari tanah air dalam merengguk kenikmatan diri di puncak dewa.

Melihat kebawah sama saja melihat lautan manusia dan pemandangan sejati . Sinar-sinar dari lampu tempel di kepala itu sudah cukup untuk menyinari malam ini, angin yang menusuk telah di tutupi dengan lapisan Jaket, gw sendiri memakai 3 jaket di dalamnya. Hingga pada akhirnya , sebuah tembok raksasa dengan kanan kiri jurang, inilah dia si Meru, sambil dia berucap “selamat datang, dan hati-hati, masih panjang perjalananmu Nak

Cemoro Tunggal

Menurut buku catatan seorang demonstran :soe hok gie, gie dan kawan-kawan dari Mapala UI pertama kali mendirikan kemah pada sebuah pohon cemara, yang tertancap dengan agung di lereng si Meru, hanya satu dan tiada teman, oleh karena itu disebut Cemoro Tunggal.

Inilah awal dari itu semua, menuju lautan pasir yang perlu di jinakkan untuk menggapai keikhlasan diri. Untuk melihat asap dari Jongkring Seloka dari dekat yang telah merenggut nyawa dari Gie dan Idhan Lubis.

Perjalanan semakin berat, backpack di punggung pun masih tampak berat, walaupun hanya membawa beberapa minuman, ponco, webbing, dan kamera. Susuri jalan kanan berarti mati, susuri jalan kiri berarti mati pula, sungguh rumit, anak muda luar biasa pun telah melesat jauh.

Lingga sedikit tergopoh-gopoh dengan sarung di mukanya, babab pun tidak menunjukkan aksi nya kemarin-kemarin, sungguh luar biasa ini si Meru, terlihat bias, si Meru hanya menyunggingkan senyumnya, dan lago-lagi sang sabit menyemangati kita, di balik bebatuan keras itu lah, mentari mulai mengalahkan malam. Pemandangan seakan-akan menjadi – jadi untuk diabadikan, terlihat dengan jelas Arjuno Welirang di sebelah kiri, hamparan awan kinton di sebelah kanan, dan si cantik Ranu Kumbolo di depan terhalang bukit Kepolo.

Nyaman, sangat nyaman, jika ini puncak mungkin akan lama saya disini, tapi tampaknya ketinggian di atas masih sangat jauh, ssangat menyiutkan hati ini. AYO semangat, itulah yang hanya terucap, dengan saling berbagi air dengan Lingga, lagi-lagi kami harus menaklukkan pasir-pasir yang sudah kusam ini.

Di bawah terlihat ratu, tujo, dan bagunung. Masih terlihat bersemangat mereka. Semoga mereka mendaki ke puncak bersama-sama.

Puncak Abadi Para Dewa (paku suci pulau jawa)

07.00

Angin makin kencang, membuat bibir ini semakin perih, gigi yang bergerutu seakan-akan bersatu dengan gemeretak batu, tak sadar, batu-batu kecil itu masuk ke dalam mulut, dan orang-orang Perancis itu telah turun kembali, sangat hebat mereka. Mereka telah menggapai puncak.

Gw sendirian, lingga, afif, dan anak muda luar biasa yang lain telah diatas, langit sudah terang, dan yang telrihat hanya bendera Semapur yang terkibar-kibar oleh angin dingin ini. langkah – langkah demi langkah terus melaju, sedikit turunan terlihat, dan pendaki sesama negeri telah turun kembali pula, 15 menit lagi kata mereka.

Ah tak apa, tak dikasih tahu, semangat ini yang hanya membantu gw sekali lagi. Melipir jurang sedikit ke kiri, tanjakan kembali menyambut, licin, dan tak kuasa dengkul ini untuk melangkahkan telapak kaki lagi, di sana Gonek telah merekam beberapa adegan menuju puncak dewa, Salat dan binong pun telah ngumpet di bebalikan bebatuan dasar bumi.

Baca Selanjutnya





Cerita dari Si Ranu dan Si Meru bagian II

14 08 2010

4 Agustus 2010

Ranu Pane

“lo udah boker pe ?” tanya tumun ke gw

“belom dah , belom mau keluar nih ! ” jawab ringkas saya

satu per satu manusia bercarier tadi menyiapkan kembali bawaanya, sambil menikmati hangatnya kopi dari warung sebelah, ada pula yang sambil mengembat gorengan dari warung depan, begitu dingin pagi itu, dan kita semua menikmatinya.

“aih , apa itu ! ” gumam bathin ini

Ranu pane, sebauh sosok anggun di pagi hari, dengan pantulan refleksi dari mentari yang sanggup meneduhkan hati ini dari keegoisan duniawi.

“ah , ambil kamera, perlu di capture ini ” ucap gw

sambil melangkahkan kaki dalam dinginnya pagi, sambil menenteng sebuah kamera , saya berjalan menuju ke depan wc, niatan awal untuk membuang hajat, tetapi entah kenapa tidak bisa dikeluarkan, dengan sebatang rokok yang menyala, dengan asap kecilnya yang bergabung dengan kabut di desa itu.

“ckrek” bunyi kamera, indah tanpa catat. Refleksi bersih dari sebuah pemandangan yang anggun, dan memesona. Di balik rumah bapak Tumari, sudah banyak manusia yang mengantri untuk mengambil makanan, tentunya sebelum berangkat kita memerlukan makan terlebih dahulu. Rokok di tangan pun semakin mengigit jari, dibuangnya lalu melangkah kembali menuju rumah Bapak Tumari. “nice capture”

Akhirnya, kumandang lafaz tak berhenti berucap, manusia dari Jakarta ini melingkar untuk bersama-sama bertasbih meminta petunjuk Sang Maha Agung, meminta sedikit restu untuk sebuah keberhasilan perjalanan. Lafaz amin yang tak berhenti berucap, membuat getar bathin di dada, sambil terdengar suara itu, si Ranu dan si Meru pun berujar “mari sini sayangku“.

Tas berat itu sudah di punggung, lalu satu per satu mengabadikan diri di depan balai, di balai tersebut ada catatan sebuah peringatan. Sebuah catatan kematian yang terjadi di si Meru. si Meru pun berucap “Jika kalian menghargai aku, akupun akan menghargai kalian

Start Trek

Ini bukan judul Film, ini hanyalah gambaran awal dari sebuah proses panjang bernama “pendakian“. Satu per satu berpamitan kepada penduduk desa, untuk menuju si Ranu -sebuah danau eksotik di ketinggian 2600 mdpl- . Lagu dari Dewa 19 – Mahameru pun terucap di kerongkongan, hingga akhirnya hanya terucap di bathin, sebuah perjalanan yang sangat berat, dengan beberapa tanah yang sudah di beton, sangat panjang ternyata.

“jo, ini berhenti pertama” ucap gw, dari 15 menit awal pendakian

berat, sangat berat, punggung ini terasa berat , nafas pun menjadi tersengal. keelokan si Meru pun masih jauh untuk dapat di lihat.

“kalem aja, udah buru” ucap tujo.

Lagi – lagi istirahat, lagi – lagi nafas tersengal . Dedaunan yang masih hijau, ranting-ranting yang menyerupai terowongan, dan jurang dalam itu lah teman selama perjalanan. Jika hati menyiut, maka jalan pulang adalah pilihan utama, tapi sungguh terlalu semangat ini jika hancur begitu saja.

Langkah demi langkah di ayunkan, meskipun berat di punggung ini makin terasa, kabut tebal pun menghampiri, pohon cantik edelweiss pun telah terlihat dengan mata telanjang, jarak satu dan lain masih didapat.

“ah itu pos” ucap gw, entah itu pos apa, yang jelas di depannya Edelweis terhampar indah.

Perut berbunyi tanda lapar pun sudah berbunyi, tapi entah sampai kapan si Ranu itu menyemburkan sinarnya, hari telah menuju senja, sang kabut pun makin tebal dari detik ke detik, langkah kaki ini pun makin bersemangat untuk melanjutkan langkahnya.

Baca Selanjutnya